Sabtu, 26 Juni 2010

Kamis, 10 Juni 2010

Belajar dan Pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN

A. DASAR PEMIKIRAN
1. Latar Belakang Paedagogis
Upaya untuk meningkatkan mutu dan hasil pendidikan, mendorong UNESCO (1998 ) Mendeklarasikan empat pilar pembelajaran yaitu : ( 1 ) learning to know ( pembelajaran untuk tahu ); ( 2 ) learning to do ( pembelajaran untuk berbuat );
( 3 ) learning to be ( pembelajaran untuk membangun jati diri ); ( 4 ) learning to live together( pembeljaran untuk hidup bersama secara harmonis ). Misi – misi ini khususnya learning to live together dalam bidang ilmu – ilmu sosial dan humaniora.

2. Dasar Yuridis
Dalam undang – undang No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional Psal 40 Ayat 1 butir e dikemukakan bahwa : “ pendidikan dan tenaga kependidikan berhak memperoleh ‘ kesempatan menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas ‘.” Dalam Pasal 40 Ayat 2 butir a yang menyatakan bahwa pendidik berkewajiban “ menciptakan suasana yang bermakna, menyenagkan , kreatif, dinamis, dan diglogis “.

B. VISI, MISI, TUJUAN, DAN BAHAN ISBD
Visi ISBD sebagai berikut : “ Mahasiswa selaku individu dan mahluk social yang beradap memiliki landasan pengetahuan, wawasan, serta keyakinan untuk bersikap keritis, peka, dan arif dalam menghadapi persoalan social dan budaya yang berkembang di masyarakat.”
Sedangkan Misi ISBD adalah :
a. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang keragaman, kesetaraan dan martabat manusia sebagai individu dan mahluk social dalam kehidupan masyarakat
b. Memberikan dasar-dasar nilai estetika, etika, moral, hokum dan budaya sebagai landasan untuk menghormati dan menghargai antara sesame manusia sehingga akan terwujud masyarakat yang tertib, teratur dan sejahtera
c. Memberikan dasar-dasar untuk memahami masalah social dan budaya serta mampu bersikap keritis, analitis, dan responsive untuk memecahkan masalah tersebut secara arif di masyarakat
Nursyid Sumaatmadja ( 2002 : 107 ) Mengatakan bahwa : “ Pendidikan umum mempersiapkan generasi muda terlibat dalam kehidupan umum sehari-hari dalam kelompok mereka, yang merupakan unsur kesatuan budaya, berhubungan dengan seluruh kehidupan yang memenuhi kepuasan dalam keluarga, pekerjaan, sebagai warga negara, selaku umat yang terpadu serta penuh dengan makna kehidupan.”
Sedangkan Philip H. Phenik ( 1964 : 6-8 ) mengemukakan bahwa : “ Pendidikan umum merupakan proses pembangkitan makna-makna yang esensial yang membimbing pelaksanaan hidup manusia melalui perluasan dan pendalaman makna-makna tadi “ selanjutnya Phenik mengatakan ( dalam Nursyid S., 2002 : 109 ) Bahwa makna makna esensial yang melekat dalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia meliputi enam pola, yaitu Simbolik, Empirik, Estetik, Etik, dan Sinoptik.
Jika dikaji secara historis, studi sosial, dan studi kebudayaan memiliki tujuan yang beragam, yaitu :
1. Mendidik mahasiswa menjadi ahli dibidang ilmu
2. Tujuannya menumbuhkan warga Negara yang baik
3. Kompromi antara pendapat pertama dan kedua
ISBD harus merupakan :
a. Simplifikasi dan distalasi dari berbagai disiplin ilmu social dan budaya untuk kepentingan pendidikan ( Wesley, 64. hlm.3 )
b. Tujuannya merupakan “….a body of predigested and organized knowledge,…storehouse of knowledge,skills,specific virtues,the presumed product of research in the social sciences, to be transmitted to the student.”
c. Bahan peljaran harus merupakan sebagian dari hasil penelitian ilmu-ilmu social dan budaya yang dipilih dan diramu sehingga cocok untuk program pendidikan.

C. PENTINGNYA PENDEKATAN INTERDISIPLIER DALAM ISBD
Penggunaan pendekatan multidisiplin dalam proses pembelajaran ISBD bias menggunakan pendekatan structural, yaitu beberapa disiplin ilmu sosial atau displin ilmu budaya digunakan sebagai alat untuk menkaji masalah, tetapi sistematika salah satu struktur disiplin tertentu masih terlihat dominan sebagai pisau analisisnya.
D. BEBERAPA ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN ISBD
Ceramah, Tanya jawab, dan diskusi tentu saja masih dipandang penting terutama untuk memberikan penjelasan dasar – dasar ilmiah serta materi esensial yang menadi basic concept masalah yang akan di bahas, akan tetapi model pembelajaran problem solving, inquiry, klasifikasi nilai, science technology and society, social action model, serta portofolio based learning sangat diperlukan untuk mengembangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan UNESCO.
E. PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO
1. Pengertian
Istilah portofolio yang paling sering dikenal terdapat dilapangan pemerintahan, terutama ketika menunjuk pada menteri yang tidak membawahi suatu departemen, biasanya menteri seperti itu disebut menteri Negara atau minister without portofolio. “kegiatan social paedagogis “, yaitu collection of learning experience yang terdapat dalam pikiran serta didik baik yang berwujud pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Sedangkan sebagai model pembelajaran boediono ( 2001 ) mengatakan bahwa portofolio merupakan bentuk dari praktik belajar kewarganegaraan, yaitu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalaui pengalaman belajar praktik empiris.
2. langkah – langkah pembelajaran
Langkah pembelajaran berbasis portofolio ( D. Budimansyah, 2002 ) meliputi kegiatan sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi masalah
b. Memilih masalah untuk kajian kelas
c. Mengumpulkan imformasi tentang masalah yang akan dikaji oleh kelas
d. Mengembangkan portofolio kelas
e. Penyajian portofolio ( show case )
f. Criteria penilaian portofolio

Senin, 07 Juni 2010

MODEL BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING (PBL)


MODEL BELAJAR
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

A. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004). Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”.
PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini mahasiswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.
Di dalam melaksanakan proses pembelajaran PBL ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama yang perlu ada di dalamnya seperti berikut:
1. Pembelajaran berpusat atau bermula dengan masalah.
2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh mahasiswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh mahasiswa semasa proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.
4. Para mahasiswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5. Mahasiswa akan bersifat aktif dengan pemrosesan maklumat.
6. Pengetahuan sedia ada akan diaktifkan serta menyokong pembangunan pengetahuan yang baru.
7. Pengetahuan akan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8. Mahasiswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9. Kebanyakan pembelajaran berlaku dalam kumpulan kecil dibanding menerusi kaidah perkuliahan.

B. Kurikulum PBL
Pada saat ini beberapa program studi di beberapa perguruan tinggi menerapkan kurikulum (PBL), berbeda dengan kurikulum yang dikenal selama ini yang disebut dengan kurikulum konvensional. Kurikulum PBL bersifat sentral atau tidak lagi bersifat departemental. Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada aspek integrasi disiplin ilmu, struktur unit ranah, dan ciri-ciri tiap disiplin ilmu (Supeno Djanali, 2005).
Terdapat dua jenis kurikulum PBL, yaitu hybrid PBL (hPBL) dan PBL curriculum (PBLc). Hybrid PBL bersifat sederhana, tidak serumit PBLc. Kurikulum PBL mengubah dan menstransformasikan seluruh kurikulum konvensional menjadi sistem blok melalui pemetaan kurikulum dan tujuan belajar yang terintegrasi. Pada hPBL, hanya sebagian dari kurikulum konvensional yang diubah dan ditransformasikan ke sistem blok. Dalam pelaksanaan hPBL digunakan strategi SPICES (student centered, problem-based learning, community oriented, early clinical exposure, self directed learning) dengan tetap memperhatikan adanya pengulangan materi yang bersifat spiral atau helix. Model hPBL seperti ini tidak mengganggu kurikulum konvensional yang ada (Harsono, 2005).
Setelah melalui proses ini, kurikulum yang telah tersusun perlu melalui beberapa tahap validasi sebelum dilaksanakan. Komisi yang dapat melakukan validasi antara lain Komisi Pengkajian Kurikulum yang dapat dibentuk di tingkat jurusan atau fakultas, atau sebagai salah satu komisi dalam senat fakultas.



C. Perbedaan Metode Konvensional dengan PBL
Metode konvensional berupa kuliah atau ceramah yang memusatkan perhatian mahasiswa sepenuhnya kepada dosen sehingga yang aktif di sini hanya dosen, sedangkan mahasiswa hanya tunduk mendengarkan penjelasan yang dipaparkan oleh dosen. Partisipasi mahasiswa rendah karena mahasiswa hanya diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan oleh dosen sehingga metode konvensional masih kurang menggugah daya pemikiran mahasiswa.
Sedangkan, metode PBL adalah metode perkuliahan yang berbasis kepada partisipasi para mahasiswa. Pada jam pertama perkuliahan, metode yang diterapkan adalah diskusi. Dosen memberikan pertanyaan kepada mahasiswa yang ditunjuk secara acak. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali pendapat dan mengembangkan kemampuan analisis mahasiswa. Kemudian, pada satu jam terakhir, dosen memberikan rangkuman dan inti dari diskusi pada hari itu disertai dengan inti dari konteks materi dihubungkan dengan implementasi di lapangan.
Tabel 2.2. Perbedaan Metode Konvensional dengan Metode PBL
Metode Konvensional Metode PBL
Berfokus pada dosen Berfokus di mahasiswa
Dosen menerangkan dan mahasiswa mendengarkan (one way learning). Mahasiswa menjelaskan (two way learning).
Mahasiswa bertanya. Dosen bertanya.
Dosen menjelaskan seluruh materi Dosen merangkum materi berdasarkan hasil diskusi/pemikiran mahasiswa.
Key process is teaching. Key process is learning.
Dosen hanya menyiapkan materi Dosen tidak hanya menyiapkan materi, tetapi juga harus menguasai metode penyampaian materi yang efektif.
Mahasiswa membaca menjelang ujian, terutama catatan (reading habit rendah). Mahasiswa membaca sesuai silabus sebelum kuliah dimulai (reading habit tinggi).
Mahasiswa pasif (partisipatif rendah). Mahasiswa aktif (partisipatif tinggi).
Mahasiswa hanya menghafal materi) dan kemudian lupa. Mahasiswa dapat dengan mudah menangkap esensi dari perkuliahan

D. Studi Kasus dalam Metode PBL
Metode studi kasus memungkinkan mahasiswa mempraktikkan keterampilan komunikasi baik secara tertulis maupun lisan. Metode studi kasus menggunakan strategi pembelajaran kooperatif atau kolaborasi antara dosen yang berfungsi sebagai fasilitator dan mahasiswa sebagai team (kelompok) melalui diskusi dan presentasi kelompok. Latihan-latihan berpikir yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa sebagai team work dalam melakukan analisis studi kasus adalah serupa analogi dengan aktivitas ilmuwan dalam riset.
Latihan-latihan solusi masalah dalam studi kasus merupakan pelatihan dan persiapan yang baik bagi mahasiswa yang akan memasuki dunia kerja (bisnis dan industri) maupun akan meniti karier sebagai ilmuwan, karena akan memberikan kebiasaan “berpikir melalui masalah (think through the real problems)”.
Mahasiswa sering bertanya mengapa mereka perlu mempelajari suatu topik atau informasi apa yang akan diperoleh dan digunakan oleh mereka ketika mempelajari topik. Studi kasus menempatkan pembelajaran dalam konteks dunia, yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata atau setidak-tidaknya mendekati dunia nyata.
Belajar menganalisis dan menyelesaikan studi kasus merupakan penerapan “body of knowledge” yang penting dan sesungguhnya. Studi kasus mengembangkan kemampuan penggunaan atau penerapan ilmu pengetahuan secara efektif dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah-masalah.

CBSA (CARA BELAJAR SISWA AKTIF)

A. Pengertian Pendekatan CBSA
Pada umumnya metode lebih cenderung disebut sebuah pendekatan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata “approach” yang dimaksudnya juga “pendekatan”. Di dalam kata pendekatan ada unsur psikhis seperti halnya yang ada pada proses belajar mengajar. Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan.
Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam hal hakikat manusia. Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus. Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari.
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.
B. Dasar-Dasar Pemikiran Pendekatan CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
a. Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan.
Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
b. Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
c. Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
d. Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.



C. Hakikat Pendekatan CBSA
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
A. Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
B. Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan.
C. Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap.
Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien. Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar.

4. Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:



A. Dimensi subjek didik :
- Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tidak ragu-ragu mengeluarkan pendapat.
- Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
- Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
B. Dimensi Guru
- Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
- Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
- Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
- Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
- Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
C. Dimensi Program
- Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
- Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
- Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
D. Dimensi situasi belajar-mengajar
- Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
- Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
E. Rambu-Rambu Pendekatan CBSA
Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.
- Berdasarkan pengelompokan siswa
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
- Berdasarkan kecepatan Masing-Masing siswa
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
- Pengelompokan berdasarkan kemampuan
Pengelompokan yang homogin dan didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satu kelompok maka hal ini mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
- Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.

- Berdasarkan domein-domein tujuan
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah:
a. Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
b. Domein afektif, aspek sikap.
c. Domein psikomotor, untuk aspek gerak.
2. Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah:
a. Keterampilan intelektual.
b. Strategi kognitif.
c. Informasi verbal.
d. Keterampilan motorik.
e. Sikap dan nilai.
CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar CBSA dalam setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi belajar mengajar yang diperoleh. Dalam mengkaji ke-CBSA-an dan kebermaknaan kegiatan belajar mengajar, Ausubel mengemukakan dua dimensi, yaitu kebermaknaan bahan serta proses belajar mengajar dan modus kegiatan belajar mengajar. Ausubel mengecam pendapat yang menganggap bahwa kegiatan belajar mengajar dengan modus ekspositorik, misalnya dalam bentuk ceramah mesti kurang bermakna bagi siwa dan sebaliknya kegiatan belajar mengajar dengan modus discovery dianggap selalu bermakna secara optimal. Menurutnya kedua dimensi yang dikemukakan adalah independen, sehingga mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan modus ekspositorik sangat bermakna dan sebaliknya mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan modus discovery tetapi tanpa sepenuhnya dimengerti oleh siswa. Yang penting adalah terjadinya asimilasi kognitif pengalaman belajar itu sendiri oleh siswa.
F. Pendekatan CBSA Dalam Pembelajaran
Sejak dulu selalu dibicarakan masalah cara mengajar guru di kelas. Cara mengajar dipakainya dengan istilah metode mengajar. Metode diartikan cara. Jika diperhatikan berbagai metode yang dikenal dalam dunia pendidikan atau pembelajaran dan jumlahnya makin mengembang, maka dipertanyakan apakah metode itu. Ada beberapa jawaban untuk itu di antaranya, “Cara-cara penyajian bahan pembelajaran”.
Dalam bahasa Inggris disebut “method”. Dalam kata metode tercakup beberapa faktor seperti, penentuan urutan bahan, penentuan tingkat kesukaran bahan, dan suatu sistem tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Di samping istilah metode yang diartikan sebuah “cara” ; bahkan ada yang menggunakan istilah “model”.
Pada umumnya metode lebih cenderung disebut sebuah pendekatan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan*kata “approach” yang dimaksudnya juga “pendekatan”. Di dalam kata pendekatan ada unsur psikis seperti halnya yang ada pada proses belajar mengajar. Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. lapun dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam hal hakikat manusia. Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus. Keduanya tidak menyukai pendekatan-pendekatan psikologis yang lebih awal. Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehmgga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
1. Pembahasan
a. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan CBSA ?
Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.
b. Dasar-Dasar Pemikiran CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA Dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA Secara rasional adalah sebagai berikut:

1. Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan.
Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik disekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam bubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
2. Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusara atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan member!
kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai deengan isi materi pelajaran.
3. Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan member! Peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA member! alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
4. Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.









Daftar Pustaka
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Hana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
http://hasmisabirin.blogspot.com/2009/11/rasionalisasi-cbsa-dalam-pembelajaran.html
http://atharfekonak.co.cc/
http://www.pdf-search-engine.com/bab-i-pendahuluan-html-magfira.files.wordpress.com/2009/11/makalah-cbsa.html
http://massofa.wordpress.com/2008/06/27/pendekatan-cbsa-dalam-pembelajaran/


MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS

Definisi :
Sebuah matriks aadalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan bilangan. Bilangan –bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.

Ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris dan kolom yang terdapat dalam matriks tersebut.

Contoh :
adalah matriks berukuran 3 x 2
adalah matriks berukuran 1 x 4
adalah maatriks berukuran 3 x 3
adalah matriks berukuran 2 x 1
adalah matriks berukuran 1 x 1(biasa ditulis 4 saja)

Simbul dari matriks dengan huruf besar :
A = B =

Jika A adalah suatu matriks maka aij adalah untuk menyatakan entri yang terdapat didalam baris ke-i dan kolom ke-j dari A.

Bentuk umum suatu matriks
A = atau
B = atau
Matriks dengan n baris dan n kolom dinamakan matriks kuadrat berorde n ( square matriks of order n).
B =
Entri b11, b22, b33, . . ., bnn adlah diagonal utama dari B

Dua matriks dikatakan sama bila mempunyai ukuran yang sama dan entri – entri yang bersesuaian sama.

Definisi:
Jika A dan B adalah sembarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah A + B adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan bersama-sama entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks –matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat ditambahkan.

A = B =

A + B = =

Definisi:
Jika A adalah suatu matriks dan c adalah suatu skalar maka hasil kali (product) cA adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing-masing entri dari A oleh c.

Contoh.
Jika diketahui matriks sebagai berikut :
A = B =
Maka 2A = dan -B = (-1)B =

2A – B = 2A +(-1)B =

Jika A adalah matriks m x r dan B adalah matriks r x n, maka hasil kali AB adalah matriks m x n yang entri-entrinya ditentukan sbb : Untuk mencari entri dalam baris ke-i dan kolom ke –j dari matrks B. Kalikanlah entri –entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.

Contoh.
Diketahui matriks-matriks
A = B =


A adalah matriks 2 x 3 dan B adalah matriks 3 x 4, maka hasil kali AB adalah matriks 2 x 4.

e11 = 1.4 + 2.0 + 4.2 = 12
e12 = 1.1 + 2.-1 + 4.7 = 27
e13 = 1.4 + 2.3 + 4.4 = 26
e14 = 1.3 + 2.1 + 4.2 = 13

e21 = 2.4 + 6.0 + 0.2 = 8
e22 = 2.1 + 6.-1 + 0.7 = -4
e23 = 2.4 + 6.3 + 0.4 = 26
e24 = 2.3 + 6.1 + 0.2 = 12

AB =

Dua buah matriks misalkan A dan B akan bisa dikalikan jika banyaknya kolom pada matriks A sama dengan banyaknya baris pada matriks B.

TRANSPOSE MATRIKS
Definisi:
Jika A adalah sembarang matriks berukuran m x n, maka transpose A dinyatakan oleh At dan didefinisikan dengan matriks n x m yang baris ke-i dari matriks A menjadi kolom ke-i dari matriks At.

Contoh.
A = maka At =
B = Bt =

Teorema 1.
Dengan menganggap bahwa ukuran ukuran matriks adalah sedemikian sehingga operasi operasi yang ditunjukkan dapat dilakukan, maka aturan-aturan dalam hitung matriks berikut adalah sahih (benar).

a. A + B = B + A
b. A +(B+C) = (A+B)+C
c. A(BC) = (AB)C
d. A(B+C) = AB+AC
e. A(B - C) = AB – AC
f. (B+C)A = BA +CA
g. (B-C)A = BA – CA
h. a(B+C) = aB + aC
i. a(B-C) = aB – aC
j. (a+b)C = aC + bC
k. (a-b)C = aC – bC
l. (ab)C = a(bC)
m. a(BC) = (aB)C = B(aC)


Matriks nol ( zero matriks )dinyatakan dengan 0 atau 0mxn untuk matriks nol mxn.
Contoh.
O2 x3 =


Jika A sebuah matriks maka A + 0 = 0 + A = A

Jika ab = ac dan a 0, maka b = c ( hukum pemaduan )
Jika ab = 0 maka a = 0 atau b =0 atau a = 0 dan b= 0

Tidak berlaku untuk matriks.

A = B = C = D =

AB = AC =
AD =
Contoh 2.

Dengan menganggap bahwa ukuran – ukuran matriks adalah sedemikian rupa sehingga operasi – operasi yang ditunjukkan dapat dilakukan maka aturan – aturan ilmu hitung matriks yang berikut akan sahih ( benar ).
a) A + O = O + A = A
b) A – A = O
c) O – A = -A
d) AO = O, OA = O

Matriks kuadrat dengan bilangan 1 terletak pada diagonal utama, sedangkan bilangan 0 terletak diluar diagonal utama disebut matriks satuan ( matriks identitas ) dan dinyatakan dengan I.

= I2, = I3
Jika A matriks m x n maka
A In = A dan ImA = A

Contoh:
Tunjukanlah matriks
A =
Maka I2A = =
AI3= =

Jadwal Pertandingan Piala Dunia



Download Jadwal Pertandingan Piala Dunia 2010 Afrika Selatan

Download Jadwal Pertandingan Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Piala Dunia 2010 yang akan di selenggarakan di Afrika Selatan tinggal sebentar lagi, yakni jatuh pada tanggal 11 Juni. Gemerlapnya sudah terasa jauh sebelum even besar ini dimulai, bahkan pada tahun 2009. Siapa yang tidak suka sepak bola, yang merupakan olah raga paling merakyat di seantero jagat raya ini. Dan memang olah raga ini dapat di mainkan dimana dan siapapun

Bagi yang ingin mengetahui jadwal pertandingan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan Silahkan Download di Download Jadwal Pertandingan Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Tags: , ,

jadwal piala dunia 2010, jadwal pertandingan piala dunia 2010, Download jadwal pertandingan Piala Dunia 2010 Afsel, jadwal piala dunia 2010 afrika selatan, download JADWAL PERTANDINGAN PD 2010, download jadwal pertandingan piala dunia 2010, download jadwal piala dunia 2010 afrika selatan, free download jadwal piala dunia 2010, jadwal pertandingan piala dunia, jadwal piala dunia 2010 download